Rabu, 19 Oktober 2011

Sekolah Pencetak Pengusaha Muda

Para pelajar SMK diberi bekal pengetahuan serta pengalaman berwirausaha. Tujuannya, selepas lulus mereka memiliki bekal cukup untuk terjun sebagai pengusaha.

Bukan tanpa sebab apabila Saiful Amri, 30 tahun, jauh-jauh hari sudah berkeinginan mendaftarkan putra sulungnya, Reihan, ke sekolah menengah kejuruan (SMK) setelah putranya itu lulus SMP. Berdasarkan pengalamannya, lulusan SMK memiliki kelebihan dibandingkan dengan lulusan SMA. “Salah satu kelebihan lulusan SMK ialah memiliki keterampilan berwirausaha,” ujar Saiful.

Alasan yang diungkapkan alumnus Sekolah Menengah Pelayaran Pembangunan, Jakarta, itu memang berdasar. Lihat saja, belakangan ini, pemerintah menggadang-gadang SMK sebagai Kawah Candradimuka pencetak wirausahawan muda. Untuk merealisasikan hal itu, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) pun menyusun kurikulum yang terintegrasi dengan kewirausahaan sejak empat tahun lalu. Pengadaan kurikulum kewirausahaan di SMK merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi angka pengangguran kerja di kalangan usia produktif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai ketenagakerjaan, penganggur yang rata-rata lulusan SD, SMP, dan SMA mencapai 10 juta jiwa. Dari jumlah itu, penganggur lulusan SMA mencapai sekitar 2,14 juta orang, sementara lulusan SMK yang menganggur hanya 1,11 juta orang. Sekitar 80 persen lulusan SMK berhasil memasuki dunia kerja dan dunia wirausaha. Berdasarkan fakta itulah, Kemendiknas terpacu untuk mencetak lulusan sekolah yang memiliki jiwa entrepreneurship.

Guna mencapai sasaran tersebut, Kemendiknas berancang-ancang memperbanyak sekolah kejuruan. Pasalnya, SMK berorientasi pada keterampilan kerja sehingga para alumnusnya bisa menciptakan lapangan pekerjaan melalui usaha yang mereka jalankan. Jumlah SMK nantinya lebih banyak ketimbang SMA. Kini, perbandingan jumlah SMK dengan SMA berkisar fifty-fifty. Adapun rasio antara jumlah SMK dan SMA yang ditargetkan Kemendiknas ialah 67:33.

Diharapkan, pada 2014, di Tanah Air, terdapat 9 ribu SMK. Penambahan jumlah SMK dimaksudkan pula untuk mengakomodasi keinginan orang tua yang mengharapkan anak-anak mereka mendapatkan keterampilan khusus sebagai bekal hidup menghadapi tantangan kerja. “Lulusan sekolah kejuruan tidak hanya dibutuhkan oleh pasar kerja, tetapi juga bisa mengembangkan usaha sendiri sehingga bisa menyerap tenaga kerja,” jelas Joko Sutrisno, Direktur Pembinaan SMK Kemendiknas.

Di SMK, banyak mata pelajaran yang berkaitan dengan pemenuhan keterampilan kerja. Beberapa di antaranya meliputi bidang teknologi informasi dan komunikasi, seperti pembuatan aplikasi perangkat lunak (software), desain web, animasi, dan perancangan sistem pendukung jaringan teknologi informasi. Selain bidang teknologi informasi dan komunikasi, ada bidang pertanian. Beberapa bentuk keterampilan yang tercakup ke dalam bidang pertanian antara lain pengolahan tanaman hias, pengembangbiakan hewan ternak, serta pembudidayaan ikan.

Untuk bidang kerajinan, jenisjenis keterampilan yang diajarkan ialah cara pembuatan keramik, perhiasan, kerajinan kulit, atau kerajinan kayu. Sedangkan di bidang manajemen, para murid SMK diajarkan cara-cara pemasaran serta akuntansi. Masukan Pebisnis Dalam penyusunan kurikulum kewirausahaan itu, Kemendiknas meminta masukan dari para ahli dan pebisnis nasional, di antaranya Hermawan Kertajaya dan Bob Sadino.

Menurut Joko, kurikulum yang terkait dengan konsep dan inti kewirausahaan dipertajam dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Lebih jauh, Joko menuturkan konten mata pelajaran disisipi permainan yang bertujuan mengenal diri, orang lain, serta memantapkan mental dalam menghadapi situasi tertentu. “Ada pula ilmu pemasaran yang menjadi tool bagi wirausahawan,” katanya. Joko berpandangan ilmu pemasaran di kalangan siswa SMK masih kurang sehingga lulusannya kerap kesulitan menghadapi situasi di lapangan.

Misalnya saja kesulitan dalam membaca dan menciptakan pasar yang sesuai dengan produk yang dihasilkan. Pembenahan di SMK juga didukung dengan peningkatan jam belajar serta pengetahuan ilmuilmu dasar. Dulu ada pandangan bahwa para pelajar SMK kurang memiliki bekal yang cukup dalam hal ilmu pengetahuan dasar, seperti matematika, fisika, dan bahasa Inggris. Oleh karena itu, Kemendiknas pun merespons pandangan itu dengan meningkatkan jumlah jam mata pelajaran dasar tersebut.

Pada program keahlian tertentu, matematika yang semula hanya diberikan selama dua jam dalam satu minggu, kini jumlah jamnya ditambah, yakni tujuh jam dalam seminggu. Adapun bahasa Inggris dari dua jam per minggu menjadi dua hingga empat jam per minggu. Dengan pemberian program kewirausahaan yang semakin intensif, tidak heran jika semakin banyak pelajar SMK yang berhasil membuat aneka produk dari beragam bidang usaha. Salah satu produk itu ialah komputer jinjing. “Sampai saat ini sudah ada 200-an SMK yang bisa merakit laptop,” papar Joko. Kapasitas produksinya pun cukup besar.

Pada 2009, misalnya, siswa SMK berhasil memproduksi 15 ribu unit. Pada tahun ini, ditargetkan produk yang bisa dihasilkan para siswa SMK itu mencapai 3,6 juta unit. Angka itu disesuaikan dengan jumlah para pelajar SMK yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Selain komputer rakitan, para siswa sudah dapat memproduksi motor rakitan. Baik komputer rakitan maupun motor rakitan merupakan dua produk yang cukup banyak diminati pasar. Hal yang menarik, para pelajar SMK itu tidak hanya diajarkan beragam teori serta praktik, tetapi juga bagaimana cara memasarkan produk-produk yang mereka hasilkan sendiri.

Ben Situmorang yang pernah menjabat Kepala Sekolah BPK Penabur, Jakarta, mengatakan dia menginstruksikan kepada muridmuridnya untuk membuat berbagai produk yang memiliki nilai ekonomi, semisal seni kriya, makanan, minuman, dan pakaian. Produk-produk hasil buatan para pelajar itu, kata Ben, selanjutnya dijual ke masyarakat, teman, atau kerabat untuk mendapatkan keuntungan. Kemudian, laba yang didapatkan dari hasil penjualan produk- produk itu digunakan sebagai modal untuk produksi selanjutnya. Ben menambahkan metode seperti itu bisa mengasah insting kewirausahaan para pelajar.

Dengan demikian, mereka tidak hanya dijejali teori, melainkan juga mampu mengaplikasikan teori-teori itu di lapangan. “Praktik menjadi wirausahawan kecil-kecilan sangat penting untuk menguji kemampuan berdagang,” ujar Ben yang kini tengah mengambil program doktoral di Universitas Negeri Jakarta itu. Timbulnya jiwa kewirausahaan dalam diri para pelajar juga tidak terlepas dari peran guru. Para guru dituntut jeli membaca potensi murid dengan memberikan materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Para pengajar juga idealnya memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi sehingga akan menular kepada murid-murid mereka.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com